CANDA TAWA SANG AIR
”Hati yang lalai kini teringat kembali.
‘Perjalan kehidupan ditentukan oleh Tuhan sesuai kehendak diri (itulah keinginan hati).
‘Namun rasa sadar diri ini telah menghampiri.
‘Membuat mengerti…kalau hamba sekedar ciptaan Tuhan untuk melengkapi isi dari pada dunia ini.”
”Hadir rasa untuk dirasakan.
‘Menikmati indahnya air Tuhan yang beterbangan.
‘Saling berebut, berlomba untuk membasahi bumi.
‘Datanglah dahku untuk menyambutmu.”
”Kala ini dan di kala itu kebanyakan orang menyebutmu HUJAN.
‘Lain dengan aku ketika menyebutmu.
‘Kusebut dirimu _anugerah pengharap kehangatan._
‘Terasa lengkap karena kedatanganganmu menimbulkan banyak angan.”
”Bercengkerama dengan nadamu yang penuh canda tawa ketika melaju bersama angin.
‘Meraka bilang gemuruh tanpa kata.
‘Aku mengatakan syahdu penuh pesona.
‘Apapun kamu, siapapun kamu..’aku tidak mau tau …karena aku sudah sangat bahagia dengan kehadiranmu.”
“Karena mu aku bisa merindu.
‘Karena mu terasa lebih syahdu.
‘Karena mu yang jauh terasa dekat.
‘Dan karenamu aku bisa berharap akan banyaknya nikmat.”
”Rindu akan nikmat.
‘Tanpa berharap datangnya kiamat.
‘Itulah jiwaku yang tersesat.
‘Senyum kesesatan mengharap hidayah dan pengampunan terhadap Tuhan, karena hanya itu yang bisa aku lakukan.”
”Air yang disebut hujan telah membawa jiwaku dalam kehidupan yang penuh harapan kepada Tuhan yang Maha Tunggal.
‘Bertuhan dan menuhankan sesuai yang di kodratkan.
‘Menghamba selayaknya hamba.
Dan satu kata..Tuhan…..hari ini aku ingin senyum penuh kenikmatan, bukan senyum yang penuh kedustaan”
Ttd.
Joko Dayu Satrio Tondo Negoro